The Only Galaxy

Berbagi Dalam Keheningan

Need Provessional Web Developer | Devcoga

Temukan di sini solusi untuk kebutuhan website anda, apapun bentuknya; pribadi, perusahaan, travel, biro haji dan umrah, sekolah,restaurant, cafe, kami siap memberikan layanan terbaik yang mungkin anda dapatkan

Fenomena Bendera One Peace di Ulang Tahun Kemerdekaan ke 80

People did not find or feel that there was a value of independence in Indonesia. They felt there was colonialism by a few people who thought that they owned this nation, so they could control and roll it as their lust

Rahasia dari Isatighfar yang barangkali Belum Tahu

sebagai pengingat kembali atau bagi yang belum tahu, inilah rahasia dibalik istighfar yang dibacakan. dengan lebih memahami artinya dan maknanya, insya allah akan lebih bermakna dan akan lebih khusuk ibadahnya, aamiin.

Desain Website: Prinsip-Prinsip Dasar dan Contohnya | Devcoga

Desain website adalah proses menciptakan tampilan dan nuansa sebuah website. Desain website yang baik akan membuat website Anda menarik, mudah digunakan, dan informatif

Website sebagai Identitas dan Citra Perusahaan | Devcoga

Identitas perusahaan adalah gambaran umum yang dimiliki oleh masyarakat tentang perusahaan, termasuk nilai-nilai, visi, misi, dan produk atau layanan yang ditawarkan perusahaan. Citra perusahaan adalah persepsi masyarakat terhadap identitas perusahaan.

Fungsi Website Sebagai Branding Dan Kepercayaan Dari Produk | Devcoga

Website memiliki fungsi yang penting sebagai branding dan kepercayaan dari produk. Berikut adalah penjelasannya:

Senin, 18 Agustus 2025

Panduan Akhlaq Seorang Muslim (2:7) | Akhlaq

 


PANDUAN PRAKTIS AKHLAK SEORANG MUSLIM

AKHLAK KEPADA AJARAN ISLAM
A. Akhlak Terhadap Allah
Seorang muslim hendaklah meletakkan akhlak kepada Allah
di atas segalanya, dan di antara akhlak kepada Allah adalah :

1. MenyembahNya

Sholat adalah ibadah paling penting yang menjadikan
tanda apakah ia seorang muslim atau bukan seperti di
sabdakan Rasulullah Saw :
a. “ Batas pemisah antara seseorang dengan syirik dan

kekufuran adalah (saat ia ) meninggalkan sholat”
(HR.Muslim).

b. Bahkan sholat menjadi benteng terakhir ajaran Islam.
Jika seseorang telah meninggalkan sholat berarti tidak
lagi ada agama dalam dirinya :
“ Sungguh akan terurai ajaran Islam sehelai demi sehelai,
setiap kali terurai satu bagian, akan menjadikan manusia
mengurai bagian yang lainnya, awalnya adalah akan di
tinggalkannya berhukum dengan ajaran Islam dan yang
paling terakhir adalah di tinggalkannya sholat“
(HR.Ahmad, hakim).

c. Sholat menjadi penentu baik atau tidaknya nasib
seseorang di akhirat kelak, hal ini di terangkan dalam
hadits rasul ;
“ Sesungguhnya yang pertama kali akan di perhitungkan dari
seorang hamba pada hari kiamat adalah Sholat, jika baik
sholatnya sungguh ia telah beruntung dan sukses, dan jika

rusak sholatnya, sungguh ia telah gagal dan merugi “ (HR.
Ahmad).

2. Meminta Tolong Hanya KepadaNya
Setiap manusia pada tabiaatnya selalu mempunyai

kebutuhan untuk menyandarkan diri pada Dzat ghaib
yang ia anggap serba maha. Dan kita sebagai orang yang
beriman meyakini bahwa dzat yang serba maha itu
Namanya Allah Swt. Oleh karenanya kita sebagai seorang
muslim di tuntut untuk menjadikan Allah sebagai tempat
kita berdoa dan tempat kita meminta pertolongan.
Namun meskipun demikian masih banyak umat Islam
yang lemah iman masih mempercayai makhluk Allah
mempunyai kekuatan setara dengan Allah, misalnya
seorang mengandalkan jimat, atau meminta bantuan jin
atau melakukan hal-hal yang semisal dengan itu seperti
percaya dengan ramalan dukun, dan sangat mengandalkan
yang mereka sebut ‘orang pintar’ dalam mengobati
penyakit tertentu dan lain sebagainya.

Perbuatan ini sangatlah di murkai Allah dan bahkan di
sebut sebagai dosa mensekutukan Allah dengan
makhlukNya, dan ini masuk pada perbuatan dosa yang
nomor wahid. Sehingga Allah sampai menyebut dosa ini
sebagai dosa yang tak terampuni.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang

mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa
yang besar.” (QS. An Nisa : 48).

Dalam haditsnya Rasulullah Saw bersabda :
“Barang siapa mati dalam keadaan berdoa (meminta) kepada

selain Allah maka pasti ia masuk neraka” (HR. Bukhori).

3. Berusaha Melaksanakan perintah Allah dan
Rasulullah dan meninggalkan larangan keduanya.

Berusaha melaksanakan perintah Agama bukan berarti
melaksanakan dan meninggalkan sesuka kita, namun
maksudnya adalah perintah Agama di bagi menjadi dua :

- Perkara wajib, misalnya ; puasa ramadhan, zakat, haji bila
mampu, amar ma’ruf dan Nahi Munkar dll.

- Perkara Sunnah, misalnya ; sholat rowatib, puasa senin
kamis, sedekah, senantiasa menjaga wudlu dll.

Sedang perkara wajib tidak ada pilihan bagi kita kecuali
melaksanakannya namun perkara sunnah bagi yang
mampu silahkan laksanakan dan ia akan mendapatkan
balasannya di dunia dan terlebih di akhirat, dan bagi yang
belum mampu maka tidak mengapa meninggalkannya.

Begitupun larangan Allah maka bagi kita agar berupaya
sekuat tenaga meninggalkannya. Larangan Allah terbagi
menjadi dua :

- Perkara haram, misalnya ; Durhaka kepada orang tua,
sihir, zina, onani, masturbasi, tidak memakai jilbab bagi
kaum perempuan, melakukan hal-hal yang mendekati
perbuatan zina dan lain-lain

Dan ada 7 macam dosa besar di antara dosa-dosa besar
lainnya yang harus di hindari:

“ jauhilah olehmu 7 dosa yang membinasakan. Mereka
bertanya : apa itu? Beliau menjawab :”Syirik kepada Allah, sihir,
membunuh jiwa yang di haramkan oleh Allah, kecuali dengan
benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri
pada waktu peperangan, menuduh berzina wanita-wanita suci yang
mukmin dan lalai sehingga terjerumus pada maksiat” (HR.
Bukhori dan Muslim).

- Perkara makruh, misalnya ; makan dan minum memakai
tangan kiri, buang air sambil berdiri bagi kaum laki,
tertawa terbahak-bahak dan lain-lain.
Jika perkara itu haram maka kita wajib meninggalkannya,
dan jika perkara itu makruh, upaya kita adalah agar itu
tidak menjadi kebiasaan, sebab jika menjadi kebiasaan
boleh jadi akan berubah menjadi perbuatan haram.
Di riwayatkan dari umar, ibnu abbas dan yang lain
bahwasanya mereka berkata :“ tidak ada dosa besar jika
senantiasa beristighfar, dan tidak ada dosa kecil jika di lakukan
terus menerus”.


B. Akhlak Terhadap Rasulullah Saw
Bagian kedua dari dua kalimah syahadat adalah bersaksi
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah swt. Hal ini
mengandung beberapa arti :

1. Taat Terhadap Rasul Saw
Ketaatan bukanlah semata berdasarkan tuntutan,
namun lebih kepada ungkapan cinta seorang muslim
kepada Nabinya, sebab ketaatan tanpa di barengi
dengan kecintaan akan menjadi suatu paksaan dan
beban berat. Namun jika seseorang mencintai
seseorang maka konsekuensinya adalah mentaatinya.
Ketaataan yang di landasi kecintaan akan
membuahkan ketundukan, dan pada hakekatnya
sesiapa yang mengikuti Rasulullah saw, adalah bukti
ia mencintai Allah Swt :
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Ali Imron : 31).

2. Mengidolakan Rasul Saw
Sebagai seorang muslim, tidaklah patut lebih
mengidolakan orang lain lebih dari pada kekasih Allah
Muhammad Saw. Sering kita menjumpai banyak umat
Islam yang lebih mengidolakan artis tertentu, atau
tokoh tertentu sehingga gaya hidup, cara berfikir
mereka menjadi model dalam hidupnya.
Padahal Allah telah mengatakan didalam ayatNya :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia
banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21).

Suatu hari nanti di akhirat akan di kumpulkan orang-
orang bersama dengan idolanya masing-masing,
kalaulah idolanya masuk dalam surge, tentu itu adalah
suatu kebahagiaan, namun jika idolanya ternyata
adalah penghuni neraka, sungguh ia akan merugi dan
menyesal.
Dalam hadits, Rasulullah Saw bersabda :
” seseorang akan bersama dengan yang ia cintai (di hari
kiamat)” (HR.muslim).

3. Membela Rasul Saw
Islam mengajarkan perdamaian, dan hidup rukun
dengan seluruh umat manusia meskipun berbeda cara
pandang, agama dan keyakinan. Dalam Islam di
larang menjelek-jelekkan tuhan-tuhan yang penganut
agama lain yakini. Dan bahkan tidak boleh menghina
symbol-simbol agama mereka serta Nabi-Nabi dan
Tokoh agama mereka. Meskipun demikian kita umat
Islam sering mengalami penistaan terhadap agama
Islam oleh umat lain yang tidak menyukai Islam. Di
hinanya Rasulullah Saw oleh Geert Wilders misalnya,
seorang politisi pemimpin partai sayap kanan
terkemuka di Belanda, dengan merilis sebuah film
pendek berjudul ‘Fitna’ dengan menggambarkan
karakter Rasulullah seolah beliau hiper sex dan suka
kekerasan, atau karikatur-karikatur yang menghina
Rasul kekasih Allah, dan dari waktu ke waktu selalu

ada orang-orang iseng yang melampiaskan kebencian
mereka terhadap Islam dengan menghina
Muhammad Saw, atau bahkan Al Quran kitab suci
umat Islam. Meskipun umat Islam tidak pernah
membalasnya dengan menghina nabi mereka atau
kitab suci mereka.
Kita sebagai umat Islam haruslah marah terhadap
perbuatan mereka, dan wajib bagi kita menampakkan
penolakkan kita dan pembelaan kita terhadap
Rasulullah saw, meskipun tetap harus dengan cara
yang arif dan bijak yang mencerminkan ajaran Islam
yang luhur. Dan bahkan merupakan sebuah dosa
besar ketika kita berdiam diri atau tidak mengambil
perduli dengan apa yang terjadi.
Ini adalah salah satu bentuk pembelaan kita terhadap
Rasulullah Saw, dan masih banyak lagi bentuk
pembelaan kita terhadap beliau. Apalagi di zaman kita
sekarang ini, pembelaan terhadap Islam secara umum
bisa dalam bentuk status facebook, twitter, whatapps
atau media social lainnya.

4. Melanjutkan Perjuangan Rasul Saw
Sebagai umat yang di pimpin oleh panglima besar
Nabi Muhammad Saw, dalam menegakkan nilai-nilai
kebaikan di muka buni ini, maka sepantasnyalah kita
melanjutkan estafeta perjuangan beliau dengan cara :
- Membaca dan menelaah sejarah perjuangan

Beliau.

- Mempelajari dan memahami risalah (misi) yang di
emban oleh Beliau.

- Mempelajari dan memahami rintangan-rintangan
dakwah serta metode dakwah beliau.

- Memahami peran yang bisa di mainkan oleh kita
sebagai penerus perjuangan dalam membangun
kembali peradaban Islam yang agung.


C. Akhlak Terhadap Al Quran Dan Ajarannya

Pada setiap umat, kitab suci berperan sebagai buku yang
di yakini kebenarannya secara mutlak bahwa ia berasal
dari Tuhan dzat yang maha pencipta, untuk menjadi
panduan dalam kehidupan manusia. Begitupun dalam
Islam, Al Quran adalah perkataan Allah yang di turunkan
kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat
Jibril, secara Mutawatir (banyaknya jalan periwayatan
yang mustahil terjadinya kebohongan), dan membacanya
bersifat ibadah.
Ia adalah kitab suci di antara kitab-kitab suci, yang Allah
turunkan kepada para Nabi dan Rasul yang jumlahnya
tidak kita ketahui secara pasti dan kita hanya di
perintahkan secara global bahwa kita harus beriman
dengan seluruh kitab-kitab yang Allah telah turunkan.
Kesuksesan manusia di dunia ini, sangat tergantung
dengan sejauh mana menjadikan kitab suci betul-betul
sebagai pedoman, serta kesengsaraan manusia di dunia
karena panduan yang telah di gariskan oleh Dzat yang

maha kuasa ia abaikan, bahkan ia lebih memilih jalan lain
yang ia anggap lebih nikmat dan sedap, padahal ia
menghantarkan manusia pada jurang atau lembah
kehinaan dan kenistaan, dan itu adalah jalan-jalan setan.
Berikut ini adalah akhlak kita sebagai seorang muslim
terhadap Al Quran :

1. Memiliki Mushaf Al quran

Jika kita melihat orang-orang agama lain di hari
peribadatan, mereka berbondong-bondong satu
keluarga dengan penuh suka cita dan masing-masing
diantara mereka membawa kitab sucinya sendiri-
sendiri, di sisi lain, umat Islam kadang satu keluarga
yang berjumlah lebih dari dua orang, kita dapati
bahwa mereka hanya mempunyai satu mushaf Al
Quran, dan kadang juga yang membikin hati menjadi
iba adalah, mushaf yang satu tadi ternyata beberapa
surat atau beberapa lembarnya sudah tidak ada lagi,
alias sudah usang dan koyak. Paling minimal, setiap
satu orang muslim satu mushaf.

2. Membaca Al Quran
salah satu kelebihan kitab suci Al Quran adalah :

- Hanya sekedar membacanya, akan mendatangkan
pahala, meskipun kadang ia belum mengetahui
maknanya. Sebagaimana namanya Quran yang
berasal dari akar kata قراءة –يقرأ – yang artinya قرأ
membaca.

- Selain mendatangkan pahala, ia pun akan
memberikan ketenangan bathin bagi yang
membacanya, mendapatkan kejernihan jiwa yang
menjadikan seorang pelajar berprestasi. Dan tidak
sedikit penelitian yang mengungkap korelasi antara
ketenangan jiwa dan prestasi, dan bahkan berapa
banyak kekeruhan jiwa menjadikan seseorang
kehilangan arah dan kehilangan semangat belajar,
sehingga sangat berpengaruh pada capaian prestasi
studinya.

- Meskipun semua di atas bukanlah satu-satunya tujuan
Al Quran di turunkan, namun membaca Al Quran
dan pahala dunia maupun akhirat hanyalah ibarat
bonus dari keistimewaan Al Quran. Sedang tujuan
sebenarnya dari di turunkannya Al Quran agar
menjadi panduan kehidupan dan penawar
kebodohan, kegelisahan dan kecemasan jiwa.

3. Berusaha mengamalkan Al Quran
Untuk kita bisa mengamalkan Al Quran, kita tidak di
perkenankan mencoba memahami Al Quran dengan
sendiri, perlu ada panduan dari ulama dan buku-buku
yang kredibel yang bisa menghantarkan kita
memahaminya dan kemudian bisa mengamalkannya.
Mengamalkan Al Quran bukanlah perkara mudah karena
ia adalah tuntunan ilahi yang senantiasa berlawanan
dengan kehendak hawa nafsu yang senantiasa

membisikkan kepada kelezatan dan kesenangan dunia
serta keburukan.
“dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”(QS. Yusuf : 53).
namun meskipun demikian, tidak ada jalan lain, bagi yang
ingin mendapat keselamatan maka harus menjadikan Al
Quran sebagai pedoman. Paling tidak ada dua hal untuk
membantu kita bisa menjadikan Al Quran sebagai
undang-undang kehidupan kita :
- Lingkungan yang mendukung
- Mengkaji Islam dengan panduan seorang

pembimbing.

4. Meyakini Bahwa Ajaran Al Quran Adalah Satu
Paket Utuh Dan Bukan Suatu Ajaran Yang Bisa Di
Campur-Campur Dengan Ajaran Dan Pemahaman
(isme-isme) Lain.
Hal ini sangat penting, karena masih banyak umat Islam
yang memahami bahwa ajaran Islam adalah ajaran
peribadatan sahaja. Sedang masalah ekonomi, social,
budaya, politik, pendidikan dan lain-lainnya 22ias dengan
ajaran selain ajaran Islam. Kita harus meyakini bahwa
ajaran Islam wajib di laksanakan 100 %, meskipun pada
kenyataannya kita belum 22ias melaksanakannya secara
sempurna. Dalam Al Quran Allah Swt berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (
QS. Al baqoroh : 208).
Allah mencela umat yahudi yang menjadikan ajaran Allah
adalah ajaran yang parsial, artinya di ambil satu ajaran dan
di tinggalkan ajaran yang tidak sesuai dengan hawa
nafsunya.
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al kitab (Taurat)
dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah Balasan
bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka
dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak
lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqoroh : 85).
Dan bahkan Allah mengibaratkan orang yang berIslam
tidak utuh laksana orang yang menyembah Allah di
tepian yang rawan sekali menjadikan ia terjatuh :
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah
dengan berada di tepi [tidak dengan penuh keyakinan ]; Maka
jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam Keadaan itu,
dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke
belakang[kembali kafir lagi]. rugilah ia di dunia dan di akhirat.
yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” ( QS. Al hajj :
11).

Share:

Minggu, 17 Agustus 2025

Panduan Akhlaq Seorang Muslim (1:7) | Akhlaq

 


PANDUAN PRAKTIS AKHLAK SEORANG MUSLIM

PENDAHULUAN
A. Pengertian Akhlak
Akhlak adalah nilai diri seseorang, yang membedakan antara
satu dengan yang lainnya. Seekor hewan di zaman purbakala
dengan yang di zaman modern tidaklah ada perbedaan dari
sisi tabiatnya, namun manusia di pengaruhi oleh nilai-nilai
yang membentuk kepribadiannya. Jika berperangai baik,
maka ia akan berharga namun jika berperangai hewani, maka
ia pun akan lebih rendah daripada binatang.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya . kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka) “(QS.Attin : 4-5).

“ Atau Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu
mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang
ternak itu). (QS. Al Furqon : 44).
Kepribadian manusia ibarat kayu yang bisa di gambar sesuai
dengan keinginan sang pengukir. Jika ia di ukir dengan baik,
maka akan menjadi ukiran yang berkualitas, namun jika di
ukir dengan asal-asalan maka akan menjadi sesuatu tak
mempunyai nilai.
Begitulah kepribadian manusia, sangat tergantung dengan
upaya seseorang dalam membentuk dirinya. Allah berfirman
dalam surat asy syams ayat 7- 10 :
“ Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya “.
Diri manusia mempunyai potensi kebaikan dan potensi
keburukan, dari sinilah upaya syaithan untuk membentuk
kepribadian manusia menjadi pribadi yang buruk :
“ Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan
dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir) “ (QS. Al Baqoroh
: 268 ).
Sedangkan Allah menyiapkan sebuah perangkat yang bisa
membentuk kepribadian manusia dengan warna yang telah
Allah Siapkan :
“ Shibghah [celupan] Allah. dan siapakah yang lebih baik
shibghahnya dari pada Allah? dan hanya kepada-Nya-lah Kami
menyembah.” (QS. Albaqoroh : 138).
Maka dari itu, kepribadian manusia tidak boleh di biarkan,
karena siapa yang membiarkannya sama dengan
membiarkan setan membentuk kepribadiannya.
Dengan kata lain bahwa akhlak adalah suatu nilai yang telah
mendarah daging menjadi sifat seseorang, kemanapun ia
pergi sifat itu akan senantiasa mewarnai kepribadiannya,
baik di lihat oleh manusia, atau jauh dari pandangan
manusia. Baik di puji maupun di cela, itulah dia, bukan
sekedar citra yang di poles-poles agar nampak elok dan
bagus. Untuk sampai pada tingkatan ini, perlu adanya
latihan, kawan dan lingkungan yang mendukung untuk
terpatrinya kepribadian atau akhlak baik pada diri seseorang.

Untuk itulah Rasulullah di utus, agar menjadi suri tauladan
serta penyempurna akhlak yang baik

إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
“ Tidaklah aku di utus kecuali untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia” (HR. Al Bazzar dan di shohihkan oleh Al bani).
B. Keutamaan Orang Yang Berakhlak
Orang yang berakhlak mempunyai keutamaan yang banyak:

1. Sederajat dengan derajat orang yang ahli puasa
dan tahajjud malam
“ Sesungguhnya seseorang sungguh akan mendapatkan dengan
akhlaknya yang baik, derajat orang yang ahli puasa dan
tahajjud malam ‘ (HR. Ahmad).

2. Sebab terbanyak orang di masukkan Allah Swt
kedalam Surga
“ Sebab yang paling banyak menjadikan orang masuk 8urge
adalah sebab takwa kepada Allah dan akhlah yang baik”
(HR. Tirmidzi dan Hakim).

3. Orang yang paling dekat duduknya dengan
Rasulullah Saw di hari kiamat
“ sesungguhnya yang paling dekat duduknya denganku pada
hari kiamat adalah orang terbaik akhlaknya dari kalian” (
HR. Tirmidzi dan Ibnu hibban).

4. Di mudahkan urusannya di dunia
“ Barang siapa menghilangkan kesulitan seorang mukmin
dari kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan hilangkan
kesulitannya di hari kiamat, barang siapa yang memudahkan
urusan orang yang kesulitan, Allah mudahkan urusannya di
dunia dan akhirat, barang siapa yang menutupi aib
(kesalahan) saudaranya di dunia, Allah akan tutupi
kesalahannya di dunia dan akhirat, Allah senantiasa
melindungi seorang hamba, selama ia menolong saudaranya”
(HR.muslim).

5. Di beri kasih sayang Allah di dunia
“sesungguhnya Allah mengkasihsayangi hambanya yang
berkasihsayang dengan sesamanya” (HR. Imam Ahmad).

6. Membuat seseorang menjadi disegani,
dihormati, disenangi orang lain.

7. Memudahkan hubungan baik seseorang dengan
orang lain.

8. Memberi keyakinan pada diri sendiri dalam
setiap situasi.

9. Menjadikan seseorang dapat memelihara
suasana yang baik dalam berbagai lingkungan,
baik itu lingkungan keluarga, pergaulan, sekolah
dan kampus.

C. Faktor Pendukung Terbentuknya Akhlak Mulia
Diantara sekian banyak faktor pendukung untuk
terciptanya akhlak mulia dalam kepribadian seorang
muslim, yang terpenting adalah faktor lingkungan yang
terdiri dari latarbelakang keluarga dan kawan yang di
jadikan sebagai teman.
Dalam banyak penelitian dan pengamatan di masyarakat,
terjadinya kriminalitas yang dilakukan oleh seseorang
tidak jarang karena kurangnya mendapatkan perhatian
dan pendidikan yang cukup dari keluarga.
Begitupun pengaruh kawan, sangat dominan dalam
membentuk prilaku, karena sebaik-baiknya orang atau
sebesar apapun keinginan seseorang untuk jadi baik, jika
berkawan dengan kawan yang tidak sholat contohnya,
maka sholat akan menjadi perbuatan yang super berat.
Sebaik apapun seseorang ketika di kampungnya, dan saat
bergaul dengan kawan yang suka menghabiskan waktu
bermain game, maka berat bagi ia untuk tidak
terpengaruh dengannya. Bak kata orang ‘berkawan
dengan tukang minyak wangi, ia akan kena imbas
wanginya, dan jika berkawan dengan tukang rokok, maka
badannya pun akan beraroma asap rokok’.
Terlebih lagi sebagai seorang muda, seperti syair bang
haji Rhoma Irama ‘ darah muda darah yang berapi-api’,
jika salah melangkah, salah berkawan akan berpengaruh
besar pada masa depannya.

Suatu kisah tentang orang yang telah membunuh seratus
orang, dalam hadits panjang yang di riwayatkan oleh
Imam Muslim, syarat yang di berikan oleh tuan guru
kepada yang bertobat adalah agar ia pergi ke suatu tempat
di mana disana banyak orang yang menyembah Allah,
dan ia di suruh untuk menyembah Allah bersama
mereka, serta di larang kembali kepada kampungnya
karena kampungnya adalah kampong yang buruk.
Jika seorang yang mempunyai keinginan kuat untuk
bertaubat, dan bayangkan kemudian ia kembali kepada
kampungnya yang lama, sungguh terasa berat ia
menanggung cemoohan orang sekitar dengan ungkapan
misalnya ‘sok suci’, ‘sok alim’ dan sok-sok yang lainnya,
yang akan menjadikan semangatnya untuk berubah
semakin lama semakin menipis.
Kisah diatas memberikan gambaran nyata bagi kita
bahwa actor lingkungan dan perkawanan adalah actor
terbesar yang mempengaruhi kepribadian seseorang.

Share:

Azan, Iqamah, Qabliyah, Ba'diyah (2:2) | Fiqh


 

FIQIH


F. Waktu Jedah Antara Adzan dan Iqamah
Karena tempat pelaksanaan shalat berjamah

umumnya di masjid, maka adzan adalah cara terbaik
untuk memanggil jamaah agar hadir ke masjid guna
melaksanakan shalat berjamaah sebagaimana
maksud dari disyariatkannya adzan. Setiap kali
adzan berkumandang, setiap itu kita diingatkan
bahwa waktu shalat sudah masuk, dan mari segera
menjawab panggilannya dengan segera pergi ke
masjid, meninggalkan sebentar aktivitas yang
sedang dilakukan.

Mereka yang dipanggil untuk shalat tentunya
dalam keadaan yang beragam, ada yang sedang
tidur, ada juga yang sedang makan, ada yang sedang
menyetir kendaraanya, ada juga yang sedang
berjualan, ada yang masih dikamar mandi, ada yang
sedang belajar, ada juga yang sedang mengantri ke
kamar mandi, dan ragam kegiatan lainnya.

Berangkat dari kenyataan seperti inilah maka
ulama menganggap perlu adanya jedah waktu yang
pas antara adzan dan iqamah pada setiap shalat
fardhu. Hal ini sesuai dengan maksud dari adzan itu
sendiri, dimana tujuannya adalah memanggil dan
menyeru masyarakat sekitar agar hadir ke masjid.
Itu artinya, setelah adzan kita harus menungggu
mereka sebentar hingga mereka kumpul dimasjid.

Jika mereka yang kita panggil sedang makan,
kiranya kita memberikan jedah waktu hingga dia


selesai makannya, jika mereka yang kita panggil
belum dalam keadaan berwudhu, kiranya kita
memberikan jedah waktu agar dia cukup untuk
berwudhu, jika panggilan subuh dan mereka yang
dipanggil dalam keadaan junub, kiranya jangan dulu
iqamah sampai mereka diberikan watu yang cukup
untuk mandi, dan seperti itu seterusnya.

Untuk itulah Rasulullah saw pada waktu itu
mengingatkan Bilal akan hal ini:

ُأذََانهكَُوَإهقَامَتهكَُنَ فَسًاُيَ فْرهغهُالْْكهلهُ ،ُاجْعَلُْبَيَْْ يََُبهلََله
ُ ُفِه ُحَاجَتَهه ئه تَ وَضيه ُالْمه ي ُوَيَ قْضه ُمَهَلٍ، ُفِه هه ُطَعَامه نْ مه

مَهَلٍُ
“Wahai Bilal, berilah jedah waktu antara adzan da
iqamahmu, agar yang sedang makan bisa
menyelesaikan makannya, dan yang sedang
wudhu bisa menyelesaikan segala hajatnya. (HR.
Ahmad)

Juga sabda Rasulullah saw berikut:

نُْ ُمه ُالْكهله ُيَ فْرهغه ُمَا ُقَدْرَ ُوَإهقَامَتهكَ ُأذََانهكَ ُبَيَْْ وَاجْعَلْ
ُدَخَلَُ ُإهذَا ره عْتَصه

ه
ُوَالم رْبههه، ُشه نْ ُمه ُوَالشَارهبه ُُأَكْلههه، لهقَضَاءه

ُ حَاجَتههه،ُوَلَُتَ قهومهواُحَتََُّتَ رَوْنه
“Wahai, Bilal, berilah waktu jeadah antara adzan
dan iqamahmu untuk mereka agar menyelesaikan
makannya, dan menyelesaikan minumnya, juga


untuk mereka agar yang sedang buang hajat
menyelesaikannya, dan janganlah kalian iqamah
kecuali setelah melihatku” (HR. Tirmidzi)

Belum lagi ditambah dengan kenyataan bahwa
ada anjuran untuk melaksanakan shalat sunnah
antara adzan dan iqamah, jika langsung shalat
rasanya terlalu terburu-buru dengan tidak
memberikan jedah untuk mereka yang ingin
melaksanakan shalat sunnah.

Rasulullah saw mengingatkan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim:

ُثُهَُقاَلَُ ،ُ ُصَلَةٌَ ُأذََانَيْْه ليه كُه ُبَيَْْ ُصَلََةٌ، ُأذََانَيْْه ليه كُه بَيَْْ
ُالثاَلهثَةه:ُلهمَنُْشَا ءَُفِه

“Diantara dua adzan (adzan dan iqamah) ada
shalat, diantara dua adzan ada shalat, dan kali
ketiganya Rasul bersabda: bagi siapa yang mau
mengerjakannya”

Sebenarnya otoritas iqamah itu ada pada imam,
itupun jika seandainya di masjid tersebut ada imam
tetap, hal ini sesuai dengan apa yang Rasulullah saw
perintahkan kepada Bilal selaku muadzin untuk tidak
iqamah kecuali setelah melihat Rasulullah saw
datang.

Dan memang dalam beberapa riwayat disebutkan
bahwa Rasulullah saw biasanya melaksanakan shalat
sunnah dirumahnya, barulah setelah melihat
jamaah di masjid sudah banyak berkumpul beliau


keluar dari rumahnya menuju masjid yang tidak jauh
berada disebelah rumah beliau untuk mengimamai
shalat berjamaah.

Namun, jikapun harus disepakti waktu jedahnya
para ulama menilai boleh-boleh saja. Dalam hal ini
para ulama madzhab memberikan jawabannya
masing-masing:
1. Madzhab Hanafi

Al-Kasani dalam kitab Al-Bada’i' menjeskan
bahwa:

ينَُ ِ
ْ

ُعِشْ
ُ
رَأ
ْ
ُمَاُيَق ر

ْ
د
َ
جْرُِق

َ
ف
ْ
ُال ي ِ

ُف
َ
ة
َ
ُحَنِيف ي ب ِ

َ
ُأ ُعَنْ حَسَن

ْ
وَرَوَىُال

ُ عَة
ْ
ُرَك لِّ

ُ
كُ ي ِ
ُف
ُ
رَأ
ْ
ُيَق عَات

َ
عَُرَك رْب َ

َ
ُأ ي

ِ
صَل رَُمَاُي

ْ
د
َ
هْرُِق

ُّ
ُالظ ي ِ

ُ,ُوَف
ً
آيَة

ُيَُ ِ
ي ْ
َ
عَت
ْ
ُرَك ي

ِ
صَل ي ُمَاُ ار

َ
د
ْ
ُمِق عَصِْْ

ْ
ُال ي ِ

ُ,ُوَف ُآيَات ِ
ْ

مِنُْعَشْ حْوًاُ
َ
ُن

ُ
رَأ
ْ
ق

ارَُ
َ
د
ْ
ُمِق وم


رِبُِيَق

ْ
مَغ
ْ
ُال ي ِ

ُ,ُوَف ُآيَات ِ
ْ

حْوًاُمِنُْعَشْ
َ
ُن عَة

ْ
ُرَك لِّ

ُ
كُ ي ِ
ف

يْسَُ
َ
ُل ا

َ
ذ
َ
هْرُِوَه

ُّ
ُالظ ي ِ

ُف مَا
َ
كُ اءِ

َ
عِش

ْ
ُال ي ِ

ُوَف ,ُ ُآيَات
َ
لاث

َ
ُث
ُ
رَأ
ْ
ُيَق مَا

ُمَعَُ وْمَ
َ
ق
ْ
ُال حْصْ ِ ُي ُمَا ارَ

َ
د
ْ
ُمِق عَلَ

ْ
ُيَف

ْ
ن
َ
ُأ ي ِ

بَغ
ْ
يَن
َ
ُف ,ُ دِيرٍُلازِم

ْ
ق
َ
ُبِت

ُفِيهَاُ صَل
ْ
ف ُي لا

َ
ُف رِب

ْ
مَغ
ْ
ُال ا مَّ

َ
ُوَأ حَبِّ

َ
سْت م

ْ
ُال تِ

ْ
وَق
ْ
ُال رَاعَاةِ م

ُ ِ
ي ْ
َ
ت
َ
فِيف

َ
ُخ ِ

ي ْ
َ
عَت
ْ
ُبِرَك صَل

ْ
ف ُي :ُ ُّ افِغِي

َّ
ُالش الَ

َ
ُوَق ,ُ ا

َ
دن
ْ
ُعِن لاةِ بِالصَّ

ُصلُاللهُ ِّ ي ب ِ
َّ
وِيَُعَنُْالن اُ(ُمَاُر

َ
ن
َ
وَاتُِ.ُ)ُوَل

َ
ل اعْتِبَارًاُبِسَائِرُِالصَّ

ُوُ ُإلاُعليه اءَ
َ
ُش ُلِمَنْ

ٌ
ُصَلاة ِ

ي ْ
َ
ان
َ
ذ
َ
ُأ لِّ

ُ
كُ ُبَي ْ َ {ُ :ُ الَ

َ
ُق

ه
َّ
ن
َ
ُأ سلم

عْجِيلُِلِمَاُ
َّ
ُالت

َ
رِبُِعَل

ْ
مَغ
ْ
ُال ُمَبْب َ

َّ
ن
َ
ُ,ُوَلأ صٌّ

َ
اُن
َ
ذ
َ
رِبَُ{ُ,ُوَه

ْ
مَغ
ْ
ال

ُصلُ ِ
ه

ولُِاللَّ ُاللهُعنهُعَنُْرَس ي
ُرض صَارِيُّ

ْ
ن
َ
وبَُالأ يُّ

َ
وُأ ب

َ
رَوَىُأ


ُ
َ
ُق

ه
َّ
ن
َ
واُاللهُعليهُوسلمُأ ر

ِّ
خ
َ
ؤ مُْي

َ
ُمَاُل ٍ

ْ
ي
َ
ُبِخ ي ِ

ب مَّ
ُ
زَالَُأ

َ
نُْت

َ
الَُ:ُ}ُل

هَاُ,ُ
َ
ُل ٌ خِي

ْ
أ
َ
لاةُِت ُبِالصَّ صْل

َ
ف
ْ
ومُِ{ُ,ُوَال ج

ُّ
تِبَاكُِالن

ْ
ُاش

َ
رِبَُإلَ

ْ
مَغ
ْ
ال

وُ ب
َ
ُأ الَ

َ
ُق ُ؟ وسِ

ُ
ل ج
ْ
ُبِال صَل

ْ
ف ُي لْ

َ
ُوَه ,ُ لاةِ ُبِالصَّ صَل

ْ
ف ُي لا

َ
ف

وُ ب
َ
الَُأ

َ
ُ.ُوَق صَل

ْ
ف ُ:ُلاُي

َ
ة
َ
ُحَنِيف

ٌ
د حَمَّ فَُوَم وس ُُ-ي

ه
مَاُاللَّ رَحِمَه

ُ
َ

عَالَ
َ
ُُ-ت ِ

ي ْ
َ
طْبَت


خ
ْ
ُال ُبَي ْ َ ي ِ

ب
ه
سَةُِال

ْ
جَل
ْ
ال
َ
كُ ة

َ
فِيف

َ
ُخ سَة

ْ
ُبِجَل صَل

ْ
ف :ُي

Dalam dalam pandangan Imam Abu Hanifah
waktu jedah untuk adzan subuh selama durasi
membaca 20 ayat Al-Quran dengan bacaan tartil,
untuk shalat zuhur jedah waktunya sebatas
mengerjakan empat raka’at shalat sunnah, pada
setiap rekaatnya selama membaca 10 ayat, sedang
untuk adzan ashar waktunya cukup untuk
mengerjakan shalat sunnah dua raka’at, pada setiap
rakaatnya selama membaca 10 ayat, dan waktu
jedah untuk adzan magrib selama membaca 3 ayat,
dan waktu jedah untuk adzan isyak seperti waktu
jedah untuk adzan zuhur13.

Lebih lanjut, masih didalam teks diatas, dalam
madzhab Hanafi, memang iqamah setelah adzan
maghrib disunnhakan untuk disegerakan, namun
makna disegerakan itu dalam internal madzhab ini
juga tidak satu kata, sebagian ulama dalam
madzhab ini menilai disegerakan yang dimaksud
tidak menjedahnya dengan shalat sunnah, namun
cukup dengan duduk sebentar seperti duduknya
khotib diantara dua khutbah, ini pendapat Abu


Yusuf murid Imam Abu Hanifah, namun sebagian
yang lain malah berpendapat tidak harus duduk
sebentar tapi langsung iqamah saja dan ini adalah
pendapat Imam Abu Hanifah.
2. Madzhab Maliki

Imam Al-Qarafi salah satu ulama dalam madzhab
Maliki menjelaskan di dalam kitab Adz-Dzakhirah:

ةُ
َ
ُحنيف ي وَعندُأب اُ

َ
مغربُعندن

ْ
ُال

َّ
امَةُإِلَّ

َ
ق ِ
ْ
انُِوَالإ

َ
ذ
َ ْ
ُالأ ُبَي ْ َ صِل

ْ
يَف

ُ ِ
ي ْ
َ
طْبَت


خ
ْ
ال
َ
كُ سَة

ْ
ُبِجِل مَا ه

َ
ُبَيْن صْلِ

َ
ف
ْ
ُال ي ِ

ُف ُلِصَاحِبَيْهِ ا
ً
ف
َ
خِلَ

ُ
َ
صْلُِبَيْن

َ
ف
ْ
ُال ي ِ

ُف ِّ افِغِي
َّ
ُوَلِلش ِ

ي ْ
َ
ت
َ
فِيف

َ
ُخ ِ

ي ْ
َ
عَت
ْ
مَاُبِرَك ه

Antara adzan dan iqamah diberikan waktu jedah
kecuali waktu maghrib, ini adalah pendapat kami
(madzhab Maliki) dan pendapat Imam Abu Hanifah,
berbeda dengan pendapat kedua murid Imam Abu
Hanifah yang menilai bahwa waktu maghrin tetap
diberikan waktu jedah duduk sebentar seperti
duduknya diantara dua khutbah, dan berbeda juga
dengan pandangan madzhab As-Syafi’I yang menilai
pada waktu maghrib tetap diberikan jedah waktu
untuk pelaksanaan shalat dua rakaat14.
3. Madzhab Syafi’i

Menurut madzhab Syafi’i seperti yang dijelaskan
dalam kitab Al-Majmu’ bahwa:

وُْ
َ
ُأ ة

َ
عْد

َ
اُبِق ً ُيَسِي

ً
صْلَ

َ
امَتِهَاُف

َ
انِهَاُوَإِق

َ
ذ
َ
ُأ صِلَُبَي ْ َ

ْ
ُيَف

ْ
ن
َ
ُأ حَبُّ

َ
سْت ي


اُ
َ
ن ب
َ
ه
ْ
مَذ اُ

َ
ذ
َ
حْوِهِمَاُه

َ
وُْن
َ
ُأ وت

ُ
ك س

Para ulama madzhab As-Syafii sepakat bahwa
mustahab (disukai) untuk memberi jedah antara
adzan dan iqamah pada waktu maghrib dengan
duduk atau diam sebentar15

Dilain tempat, imam Zakariya Al-Anshari dalam
kitab Asna Al-Mathalib menambahkan:

رُِ)
ْ
د
َ
ُ)بِق امَةِ

َ
ق ِ
ْ
ُوَالإ انِ

َ
ذ
َ ْ
ُالأ ُبَي ْ َ مَامِ ِ

ْ
ُالإ ُمَعَ


ن
ِّ
ذ
َ
ؤ م

ْ
ُال ) صِل

ْ
وَيَف

ُاجْتِمَُ ي ِ
ب
ه
ُال ةِ(

َّ
ن ُالسُّ اءِ

َ
د
َ
رُِ)أ

ْ
د
َ
ُبِق ُ)وَ( ةِ

َ
لَ ُالصَّ انِ

َ
ُمَك ي ِ

اسِ(ُف
َّ
ُالن اعِ

ُ ي ِ
ُ)ف مَا ه

َ
ُبَيْن صِل

ْ
ُيَف ُ)وَ(

ٌ
ة
َّ
ن ُس هَا

َ
بْل
َ
ُق

َ
ان
َ
كُ
ْ
ُإن ةِ

َ
رِيض

َ
ف
ْ
ُال بْلَ

َ
ق

ةُ
َ
طِيف

َ
ُل ة
َ
ت
ْ
رِبُِبِسَك

ْ
مَغ
ْ
ُ(ال

Muadzin hendaknya memberikan jedah antara
adzan dan iqamahnya sebatas jamaah shalat
sudah berkumpul di masjid, atau sebalama
seseorang melaksanakan shalat sunnnah
qabliyah, dan untuk untuk waktu maghrib juga
diberikan waktu jedah sebentar saja16.

Jadi dalam madzhab ini tidak ketentuan khusus
seberapa lama waktu jedah antara adzan dan
iqamah, ketentuannya flexible saja, sebatas
menunggu jamaah hadi, baru kemudian iqamah bisa
di kumandangkan sebagai tanda dimulainya shalat
berjamaah.


4. Madzhab Hanbali
Imam Ibnu Qudamah menuliskan:

ُ
َ ْ
ُالأ ُبَي ْ َ صِلَ

ْ
ُيَف

ْ
ن
َ
ُأ حَبُّ

َ
سْت وءُِوَي


ض و

ْ
ُال رِ

ْ
د
َ
ُبِق امَةِ،

َ
ق ِ
ْ
ُوَالإ انِ

َ
ذ

ُ سَة
ْ
ُبِجَل صِلَ

ْ
ُيَف رِبِ

ْ
مَغ

ْ
ُال ي ِ

ُوَف ُفِيهَا،
َ
ون


ئ هَيَّ

َ
ُيَت ، ِ

ي ْ
َ
عَت
ْ
ُرَك ةِ

َ
وَصَلَ

ةُ
َ
فِيف

َ
خ

Mustahab (disukai) untuk membeikan jedah
abtara adzan dan iqamah cukup bagi seseorang
untuk berwudhu dan shalat sunnah dua rakaat
serta kesiapan yang lainnyam khusus untuk waktu
maghrib diberi jedah hanya sebatas duduk
sebentar saja17.

Imam Al-Buhuti sebagai salah satu ulama
bermadzhab Hanbali mempertegas bahwa:

ُ( ُ (ُ انِ
َ
ذ
َ
ُالأ

َ
ُبَعْد )ُ

َ
امَة

َ
ُالِإق رَ

ِّ
خ
َ
ؤ ُي

ْ
ن
َ
ُأ سَنُّ ُوَي


غ ر

ْ
ُيَف ُمَا )ُ رِ

ْ
د
َ
بِق

ُ(ُ رِ
ْ
د
َ
ُبِق )ُ ُوَ (ُ ائِطِهِ

َ
ُوَغ ُبَوْلِهِ :ُ يْ

َ
ُأ )ُ ُحَاجَتهِ (ُ ُمِنْ


سَان

ْ
الِإن

يُْ
َ
حْوِهُِ(ُأ

َ
لِهُِوَن

ْ
ك
َ
ُمِنُْأ ُالآكِل

َ
ر غ
ْ
ُ,ُوَلِيَف ِ

ي ْ
َ
عَت
ْ
وئِهُِ,ُوَصَلاةُِرَك


ض و

ُصل َّ ي ب ِ
َّ
ُالن

َّ
ن
َ
ُلِحَدِيثُِجَابِرٍُأ بِهِ ْ


ُشْ ارِبُِمِنْ

َّ
الش

َ
كُ اللهُعليهُُ:

ُ

ر غ
ْ
ُيَف رَُمَا

ْ
د
َ
امَتِكُق

َ
انِكُوَإِق

َ
ذ
َ
ُأ ُبَي ْ َ ُاجْعَلْ {ُ ُلِبِلال الَ

َ
وسلمُق

لَُ
َ
خ
َ
ُد ا

َ
ُإذ ي ِ

ض
َ
ت
ْ
ق م
ْ
ُوَال ,ُ بِهِ ْ


ُشْ ُمِنْ ارِب

َّ
ُوَالش ,ُ لِهِ

ْ
ك
َ
ُأ ُمِنْ الآكِل

ُ ي ِ
ُف (ُ سَنُّ ُي ُوَُ( (ُ .ُ مِذِيُّ ْ

دُوَالي ِّ او
َ
وُد ب

َ
ُأ ُرَوَاه }ُ ُحَاجَتِهِ اءِ

َ
ض
َ
لِق


ُ
ْ
امَةُِ)ُال

َ
يُْ:ُالِإق

َ
هَاُ(ُأ

َ
بْل
َ
ُ)ُيَجْلِسَُق

ْ
ن
َ
هَاُأ

َ
ُل
َ
ن
َّ
ذ
َ
اُأ
َ
يُْ:ُإذ

َ
رِبُِ(ُأ

ْ
مَغ

ُ
ً
ة
َ
فِيف

َ
ُخ

ً
سَة

ْ
( جِل

Disunnahkan untuk mengakhirkan iqamah setelah
adzan selama seseorang bisa menyelesaikan
hajatnya; selesai dari buag air, selesai dari
wudhunya, selesai dari shalat sunnah dua rakaat,
dan selesainya orang yang lagi makan dan
minum, dan juga disunnahkan pada waktu
maghrib setelah adzan untuk duduk sebentar
sebelum iqamah.18

Sama seperti sebelumnya bahwa dalam
pandangan madzhab Hanbali sunnah hukumnya
memberikan waktu jedah untuk setiap waktu shalat,
hanya saja waktu jedahnya diserahkan kebijakannya
kepada situasi dimasyarkat setempat, dan khusus
untuk waktu maghrib waktu jedahnya lebih pendek
dari pada waktu jedah pada waktu shalat lainnya.

Setelah membaca dan melihat pendapat dalam
masing-masing madzhab, sebenarnya tidak ada
ketentuan khsusus dalam masalah batasan waktu
jedah antara adzan dan iqamah ini, termasuk waktu
yang diberikan dalam madzhab Hanafi itu juga lazim
(tidak harus) persis seperti itu.

Karenanya masalah ini sifatnya sangat flexibel
sekali, dan menurut hemat penulis tidak masalah
juga atau bahkan malah bagus jika batasan waktu
itu disepakati bersama berdasarkan menit, misalnya


saja waktu iqamah pada shalat subuh adalah 15
menit setelah adzan, untuk zuhur 15 menit juga,
ashar 10 menit, maghrib 5 menit, dan isyak 10
menit, dengan demikian akan lebih teratur dan
pastinya lebih konsisten, sehingga maksud dari
adzan itu tersamapaikan, yaitu memberi tahu
masuknya waktu shalat dan memanggil orang-orang
yang berada diluar masjid untuk segera ke masjid,
dan tentunya orang yang dipanggil butuh waktu
untuk merapat ke masjid.
G. Kesimpulan

Shalat berjamaah di masjid itu pastinya lebih baik
ketimbang shalat sendirian, dan setiap kali
masuknya waktu shalat biasanya diberitahu dengan
adzan, adzan selain bertujuan untuk memberi tahu
masuk waktu shalat juga berfungsi sebagai
panggilan atau ajakan untuk shalat berjamaah.

Mereka yang dipanggil tentunya berada dalam
kondisi yang beragam, ada yang sudah berada
dimasjid, ada yang masih di kantornya, ada yang
sedang otw (on the way) ke masjid, ada sedang
makan, ada di kamar mandi, ada masih antri wudhu,
dan kalau malam hari ada yang mungkin masih
tidur, ada baru melek, ada yang butuh mandi wajib
dulu, ada yang manasin motor, dst, kondisi inilah
yang akhirnya membuat seorang muadzin kudu
menunggu jamaah sebelum iqamah, terlepas ada
atau tidaknya shalat sunnah qabliyah, mau atau
tidakmaunya melaksanakan shalat sunnah tersebut.

Atas dasar beragama kondisi inilah akhirnya
Rasulullah saw berpesan kepada Bilal yang waktu itu


menjadi muadzin tetapnya RAsulullah saw:

ُأذََانهكَُوَإهقَامَتهكَُنَ فَسًاُيَ فْرهغهُالْْكهلهُ ،ُاجْعَلُْبَيَْْ يََُبهلََله
ُ ُفِه ُحَاجَتَهه ئه تَ وَضيه ُالْمه ي ُوَيَ قْضه ُمَهَلٍ، ُفِه هه ُطَعَامه نْ مه

مَهَلٍُ
“Wahai Bilal, berilah jedah waktu antara adzan da
iqamahmu, agar yang sedang makan bisa
menyelesaikan makannya, dan yang sedang
wudhu bisa menyelesaikan segala hajatnya. (HR.
Ahmad)

Juga sabda Rasulullah saw berikut:

ُ ُمَا ُقَدْرَ ُوَإهقَامَتهكَ ُأذََانهكَ ُبَيَْْ نُْوَاجْعَلْ ُمه ُالْكهله يَ فْرهغه
ُ ُلهقَضَاءه ُدَخَلَ ُإهذَا ره عْتَصه

ه
ُوَالم رْبههه، ُشه نْ ُمه ُوَالشَارهبه أَكْلههه،

ُ حَاجَتههه،ُوَلَُتَ قهومهواُحَتََُّتَ رَوْنه
“Wahai, Bilal, berilah waktu jeadah antara adzan
dan iqamahmu untuk mereka agar menyelesaikan
makannya, dan menyelesaikan minumnya, juga
untuk mereka agar yang sedang buang hajat
menyelesaikannya, dan janganlah kalian iqamah
kecuali setelah melihatku” (HR. Tirmidzi)

Wallahu A’lam Bisshawab

Share:

Azan, Iqamah, Qabliyah, Ba'diyah (1:2) | Fiqh

FIQIH


A. Definisi Adzan dan Iqamah
1. Adzan

Adzan secara bahasa bisa diartikan dengan
panggilan (an-nida’) atau pemberitahuan (al-i’lam(.
Namun secara istilah fuqaha yang dimaksud dengan
adzan adalah:

مُ
َ
عْلا

ْ
تُُِالإ

ْ
ةُُِبِوَق

َ
لا ةِ،ُالصَّ

َ
وض ر

ْ
مَف
ْ
ُُال اظ

َ
ف
ْ
ل
َ
ومَةُ ُبِأ

ُ
،ُمَعْل ورَة


ث
ْ
ُمَأ

ُ
َ

ةُ ُعَل
َ
وصَةُ ُصِف

ص
ْ
مَخ

Pemberitahuan perihal masuknya waktu shalat
fardhu, dengan menggunakan lafazh-lafazh yang
ma’tsurah, dengan cara yang khusus.
1

Dari definisi bahasa dan istilah diatas, titik poin
adzan itu ada dua: (1) sebagai pemberitahuan
masuknya waktu shalat, dan (2) sebagai panggilan
atau ajakan kepada segenap kaum muslimin untuk
shalat berjamaah di masjid.

2. Iqamah
Secara bahasa iqamah itu mashdar dari kata kerja

aqama yang pada hakikatnya berarti membuat
orang yang sedang duduk atau berbaring menjadi
berdiri. Sedangkan secara istilah, Imam Al-Buhuti
memaparkan bahwa iqamah itu:

وصٍُ ) ص
ْ
رٍُمَخ

ْ
ُ)ُبِذِك لاةِ ُالصَّ

َ
يُْ:ُإلَ

َ
ُأ يْهَاُ(

َ
ُإل قِيَامِ

ْ
ُبِال الِإعْلام

ُ( فِيهِمَا


Pemberitahuan pelaksanaan shalat dengan lafazh
khusus2.

Dari sini bisalah kita simpulkan bahwa bahwa
iqamah adalah pemberitahuan bahwa shalat aakan
segera dilaksanakan dan dengan iqamah itu
membuat orang yang sedang duduk menjadi berdiri
untuk mengatur shaf, sehingga tidak lama setelah
iqamah selesai diharapkan shaf sudah tersusun rapi
dan shalat siap dilaksanakan.
B. Syariat Adzan dan Iqamah

Adapun perihal pensyariatannya seperti yang
diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari3, Muslim4, Abu
Daud5, Tirmidzi6, Ibnu Majah7, dan lainnya, bahwa
Rasulullah saw dan para sahabat awal mula setelah
adanya peristiwa hijrah dari Mekkah menuju
Madinah bermusyawarah perihal bagaimana
memberi tahu dan mengumpulkan kaum muslimin
untuk shalat di masjid.

Sebagian sahabat ada yang memberi usul dengan
menghidupkan api pada setiap waktu shalat,
sehingga mereka yang melihatnya dari jauh bisa
saling mengingatkan bahwa waktu shalat telah tiba,
namun Rasulullah saw tidak menyetujuinya.

Ada lagi yang memberi usul dengan meniup buq


(dalam riwayat Al-Bukhari), qarn (dalam riwayat
Muslim dan Nasai), qun’/syabbur (dalam riwayat
Abu Daud), yang menunjuk arti sebuah alat yang
ditiup lalu kemudian darinya keluar suara, dalam
bahasa yang lebih familiar orang-orang
menyebutnya terompet8. Tapi Rasulullah saw tidak
menyukainya, beliau menegaskan bahwa huwa min
amril yahud/
terompet itu bagian dari perkara
orang-orang Yahudi.

Lalu ada juga yang memberi usulan agar
diperdengarkan suara naqus, dengan cara kayu
besar dan panjang dipukulkan dengan kayu kecil
agar keluar suara9. Namun lagi-lagi Rasulullah saw
tidak meng-iyakan, beliau mengatakan bahwa yang
demikian sudah sering digunakan oleh orang-orang
Nasrani.

Musyawarah pada hari itu belum menghasikan
sebuah keputusan. Lalu Rasulullah saw dan para
sahabat pergi untuk kemudian perkara ini dijadikan
“pe-er” bersama.

Selang beberapa hari dari sana, adalah Abdullah
bin Zaid, sahabat Rasulullah saw ini bermimpi,
dalam mimpinya beliau melihat seseorang
membawa naqus, lalu beliau bertanya:

“Wahai hamba Allah, maukah Anda menjual an-
naqus
itu?”


“Untuk apa?”, tanya laki-laki didalam mimpi
tersebut.

“Mau kami gunakan untuk memanggil orang-orag
shalat”, jawab Abdullah bin Zaid dalam mimpi.

“Kalau begitu maukan Anda saya beri tahu cara
yang lebih baik untuk mengajak orang-orang
shalat?”, sahutnya.

“Dengan senang hati”, jawab Abdullah bin Zaid
dengan singkat.

Laki-laki tadi lalu mengajarkan lafazh adzan.
“Katakanlah:

ُإلَُُإلَهَُُلَُُأَنُُْأَشْهَدهُُأَكْبَه/ُالَلّهُُأَكْبَهُُالَلّهُُأَكْبَه/ُالَلّهُُأَكْبَهُُالَلّهُ
ولهُُمُهَمَدًاُأَنَُُأَشْهَدهُُالَلّه/ُإلَُُإلَهَُُلَُُأَنُُْأَشْهَدهُُالَلّهُ ُاللّهَُُرَسه

ولهُُمُهَمَدًاُأَنَُُأَشْهَدهُ ُعَلَىُحَيَُُالصَلََةهُُعَلَىُحَيَُُاللّهَ/ُرَسه
/ُعَلَىُحَيَُُالْفَلََحهُُعَلَىُحَيَُُالصَلََةه/ ُالَلّهُُأَكْبَهُُالَلّهُُالْفَلََحه

الَلّه//ُإلَُُإلَهَُُلَُُأَكْبَه/

Setelah selesai laki-laki tadi diam sejenak, lalu
kembali berkta: “Jika shalat sudah hendak
dilaksanakan maka katakanlah:

ُأَنَُُأَشْهَدهُُاللّهَ/ُإلَهَُُلَُُأَنُُْأَشْهَدهُُأَكْبَه/ُالَلّهُُأَكْبَهُُالَلّهُ
ولهُُدًامُهَمَُ /ُحىُالصلَة/ُعليُحَيَُُاللّهَ/ُرَسه ُقَدُُْالْفَلََحه

ُأَكْبَه/ُالَلّهُُأَكْبَهُُالَلّهُُالصَلََةه/ُقَامَتُُْقَدُُْالصَلََةهُُقَامَتُْ


الَلّه//ُإلَُُإلَهَُُلَُ
Ketika pagi datang, Abdullah bin Zaid menemui

Rasulullah saw dan menceritakan mimpinya kepada
Rasulullah saw. “Sungguh ini adalah mimpi yang
benar, insya Allah, sabada Rasulullah saw. Lalu
Rasulullah saw meminta kepada Abdullah bin Zaid
untuk mengajarkan lafzah adzan ini kepada Bilal,
agar Bilal adzan dengan lafazh-lafazh itu.

Tatkala sahabat Bilal pertama kali melantunkan
adzannya, Umar bin Khattab yang waktu itu sedang
berada di rumah buru-buru keluar menuju masjid,
sesampainya di masjid Umar berkata kepada
Rasulullah saw: Demi Allah, sungguh saya juga
melihat apa yang yang dilihat oleh Abdullah bin Zaid
di dalam mimpi.

Usut punya usut ternyata Umar bin Khattab 20
hari sebelum ini sudah bermimpi persis seperti apa
yang dilihat oleh Abdullah bin Zaid. Demikian awal
mula disyariatkannya adzan yang diambil dari
banyak riwayat yang ada.
C. Sunnah Qabliyah dan Ba’diyah

Keberadaan shalat yang dimaksud dalam hadits
diatas berkisar antara shalat sunnah yang hukumnya
sunnah muakkadah dan shalat yang nilainya hanya
sebatas sunnah biasa.
1. Sunnah Muakkadah

Jumhur ulama’ menilai bahwa jumlah shalat
sunnah muakkadah yang dimaksud hanya 10
reka’at; dua reka’at sebelum sholat zuhur, dua


reka’at sesudahnya, dua reka’at setelah sholat
maghrib, dua reka’at setelah sholat isya’ dan dua
reka’at sebelum sholat subuh10.

Inilah 10 reka’at yang sangat dianjurkan menurut
sebagian besar ulama’, mereka melandaskan hal ini
atas hadits Ibnu Umar:

ُركََعَاتٍُ ُعَشْرَ ُوَسَلَمَ ُعَلَيْهه ُاللهه ُصَلَى يه ُالنَبه نَ ُمه ظْته حَفه
ُبَ عْدَُ ُوَركَْعَتَيْْه ُبَ عْدَهَا، ُوَركَْعَتَيْْه ، ُالظُّهْره ُقَ بْلَ ركَْعَتَيْْه

ُوَركَُْ ُبَ يْتههه، ُفِه غْرهبه
َ

ُالم ُوَركَْعَتَيْْه ُبَ يْتههه، ُفِه ُالعهشَاءه ُبَ عْدَ عَتَيْْه
بْحهُ قَ بْلَُصَلََةهُالصُّ

Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhuma berkata,”Aku
memelihara dari Nabi SAW sepuluh rakaat, yaitu
dua rakaat sebelum Dzhuhur, dua rakaat
sesudahnya, dua rakaat sesudah Maghrib di
rumah beliau, dua rakaat sesudah Isya’ di rumah
beliau, dan dua rakaat sebelum shubuh. (HR.
Bukhari)

Akan tetapi Imam Dalama madzhab Hanafi
menambahkan bahwa sholat sebelum zuhur itu 4
rekaat, sehingga menjadi 12 reka’at, bukan 10
eka’at11. Beliau berlandaskan hadits Aisyah:

ُلَههُ ُالَلّه ُبَنََ نَةه ُالسُّ نَ ُمه ُركَْعَةً ُعَشْرَةَ ُثهنْتََْ ُعَلَى ُثََبَ رَ مَنْ


ُ ُوَركَْعَتَيْْه ، ُالظُّهْره ُقَ بْلَ ُركََعَاتٍ ُأرَْبَعه ُالجنََةه: ُفِه تًا بَ ي ْ
ُالعهشَُ ُبَ عْدَ ُوَركَْعَتَيْْه ، غْرهبه

َ
ُالم ُبَ عْدَ ُوَركَْعَتَيْْه ،ُبَ عْدَهَا، اءه

ُقَ بْلَُالفَجْرهُ وَركَْعَتَيْْه
Dari Aisyah radhiyallahuanha dari Rasulullah SAW
bahwa beliau bersabda,”Orang yang selalu
menjaga dua belas rakat maka Allah SWT akan
bangunkan untuknya rumah di dalam surga.
Empat rakaat sebelum Dzhuhur, dua rakaat
sesudahnya, dua rakaat sesudah Maghrib di
rumah beliau, dua rakaat sesudah Isya’ di rumah
beliau, dan dua rakaat sebelum shubuh. (HR. An-
Nasai dan At-Tirmizy)

2. Sunnah Ghairu Muakkadah
Sedangkan untuk shalat sunnah yang sifatnya

bukan sunnah muakkadah, seperti dua atau empat
reka’at sebelum sholat ashar, berdasarkan hadits:

ُأَرْبَ عًا امْرَأًُصَلَىُقَ بْلَُالْعَصْره مَُالَلّهُ رَحه
Allah SWT memberikan rahmat kepada seseorang
yang shalat empat rakaat sebelum shalat Ashar.
(HR Abu Daud)

ُ ُالْعَصْره ُقَ بْلَ ُيهصَليهي كَُانَ ُوَسَلَمَ ُاللههُعَلَيْهه ُصَلَى َ ُالنَبه أَنَ
ركَْعَتَيْْهُ

Bahwa Rasulullah saw shalat dua rakaat sebelum


ashar (HR. Abu Daud)

Dua reka’at sebelum sholat maghrib, seperti
hadits Nabi:

ُ ،ُ غْرهبه
َ

ُالم ُصَلََةه ُقَ بْلَ ُصَلُّوا ُشَاءَُ»قَالَ: ُلهمَنْ ُالثاَلهثةَه فِه
نَةًُ ُسه ذَهَاُالنَاسه يَةَُأَنُْيَ تَخه «كَرَاهه

“Shalatlah kalian sebelum Maghrib (beliau
mengulangnya tiga kali). Diakhirnya beliau
bersabda,"Bagi siapa saja yang mau
melaksanakannya". Beliau takut hal tersebut
dijadikan oleh orang-orang sebagai sunnah. (HR.
Bukhari )

Dan dua reka’at sebelum sholat isya’,
berlandaskan keumuman hadits:

ُثُهَُقاَلَُ ،ُ ُصَلَةٌَ ُأذََانَيْْه ليه كُه ُبَيَْْ ُصَلََةٌ، ُأذََانَيْْه ليه كُه بَيَْْ
ُالثاَلهثَةه:ُلهمَنُْشَاءَُ فِه

“Diantara adzan dan iqomah ada shalat, diantara
adzan dan iqomah ada shalat (kemudian dikali
ketiga beliau berkata:) bagi siapa yang mau” (HR.
Bukhari dan Muslim)

D. Tidak Ada Shalat Sebelum Maghrib?
Terkadang ada yang beralasan bahwa mereka

langsung iqamah karena berkeyakinan tidak ada
shalat sunnah sebelum shalat maghrib. Hal ini
tentunya tidak bisa dibenarkan begitu saja, karena


dalam kenyataannya justru ada perintah dari
Rasullah saw:

ُشَاءَُ ُلهمَنْ ُالثاَلهثةَه ُفِه ُقَالَ: ،ُ غْرهبه
َ

ُالم ُصَلََةه ُقَ بْلَ صَلُّوا
يَةَُأَنُْيَ تَخهُ نَةًُكَرَاهه ُسه ذَهَاُالنَاسه

“Shalatlah kalian sebelum Maghrib (beliau
mengulangnya tiga kali). Diakhirnya beliau
bersabda,"Bagi siapa saja yang mau
melaksanakannya". Beliau takut hal tersebut
dijadikan oleh orang-orang sebagai sunnah. (HR.
Bukhari )

Bahkan dalam riwayat Ibnu Hibban menerangkan
bahwa Rasulullah saw sendri melaksakannya:

ُ ُوَسَلَمَُصَلَىُقَ بْلَُالْمَغْرهبه عَلَيْهه ولَُاللّهَُصَلَىُالَلّهُ أَنَُرَسه
ركَْعَتَيْْهُ

Bahwa nabi Muhammad saw mengerjakan shalat
dua rakaat sebelum maghrib (HR. Ibnu Hibban)

Imam Muslim menguatkan:

ُنصليُ ُ"كنا ُقال: ُعنه ُالله ُرضي ُأنس ُعن ُمسلم وفِ
ركعتيُْبعدُغروبُالشمس،ُوكانُالنبُصلىُاللهُعليهُ

وسلمُيرانا،ُفلمُيأمرناُولمُينهنا
Dari Anas ra, berkata: Dulu kami shalat dua rekaat
setelah terbenamnya matahari, dan Rasulullah


saw pada waktu melihat kami, dan beliau hanya
diam, tidak memerintahkan dan tidak juga
melarang (HR. Muslim)

Atas dasar inilah, dalam madzahab Syafi’i shalat
sunnah dua raka’at sebelum maghrib dinilai ada,
dan hukumya adalah sunnah, walau bukan termasuk
sunnah yang sangat dianjurkan (muakkadah)12
E. Shalat Qabliyah Isya’

Namun sebaliknya ada sebagian masjid yang tidak
langsung iqamah setelah adzan shalat isya’, dengan
keyakinan bahwa ada shalat sunnah sebelum shalat
isya’. Padahal jika kita mau jujur, keberadaan shalat
sunnah sebelum isya itu sama hukumnya dengan
shalat sunnah sebelum maghrib, dua-duanya
dihukumi sunnah yang bukan muakkadah.

Untuk mereka yang sudah berada dimasjid
kiranya bisa menunggu jamaah yang belum datang
dengan melaksanakan shalat-shalat sunnah yang
ada, jikapun tetap berkeyakinan bahwa tidak ada
shalat sunnah sebelum shalat magrib atau isya
kiranya bisa diisi dengan aktivitas dzikir lainnya.

Jangan sampai hanya dengan keyakinan tidak ada
shalat sunnah qabliyah, dengan serta-merta itu
diajadikan alasan untuk langsung iqamah setelah
adzan. Padahal dari dulu Rasulullah saw sudah
mengingatkan kepada Bilal dan keapada siapa saja
yang menjadi muadzin untuk tetap memberikan
jedah waktu bagi jamaah agar bisa hadir ke masjid,


setelah mereka berkumpul barulah shalat
berjamaah dimulai.
F. Waktu Jedah Antara Adzan dan Iqamah

Share:

VISITOR

FOLLOWERS

Ruang Iklan

contoh
Jasa Pembuatan Website dan Aplikasi
AD DESCRIPTION
AD DESCRIPTION
AD DESCRIPTION
AD DESCRIPTION
AD DESCRIPTION
AD DESCRIPTION
AD DESCRIPTION
AD DESCRIPTION
AD DESCRIPTION
Pesan Disini!